
Pangkalpinang,Bangka Belitung — Wakil Ketua LSM Rakyat Indonesia Berdaya Kepulauan Bangka Belitung, Nurman Suseno, melontarkan kritik keras terhadap diterbitkannya Surat Perintah Kerja (SPK) oleh PT Timah Tbk kepada perusahaan rekanan, CV. Berkah Stania Jaya, untuk kegiatan tambang laut menggunakan ponton isap produksi di wilayah Laut Beriga, DU 1584. SPK bernomor 0136/Tbk/SPK-3130/25-S11.4 tertanggal 30 April 2025 itu menurutnya patut diduga melanggar aturan hukum pertambangan dan mengandung kelemahan serius dari aspek legalitas dan teknis.
Menurut Nurman, diduga perusahaan yang menerima SPK belum terbukti memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan Khusus (IUP OPK) yang sah dari Kementerian ESDM, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 jo. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Dalam SPK disebut bahwa kegiatan dilakukan atas dasar ‘surat permohonan’ perusahaan tambang. Ini sangat janggal. Apakah permohonan bisa dijadikan dasar legal untuk melakukan operasi tambang? Ini preseden berbahaya,” ujar Nurman.
Lebih lanjut ia menjelaskan, hanya perusahaan yang telah mengantongi IUP OPK dan tercatat dalam sistem MODI Kementerian ESDM yang berhak melakukan kegiatan jasa pertambangan, termasuk pengoperasian ponton isap produksi.
Nurman juga menyoroti nama Penanggung Jawab Operasional (PJO) yang tertulis dalam SPK, seorang individu bernama Erick. Dalam dokumen itu, tidak ada keterangan bahwa Erick memiliki sertifikasi kompetensi resmi dari Kementerian ESDM, sebagaimana disyaratkan dalam Keputusan Menteri ESDM No. 1827K/30/MEM/2018.
“PJO adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas keselamatan dan teknis operasi tambang. Jika yang bersangkutan tidak bersertifikat atau tidak memenuhi syarat, berarti PT Timah melepas tanggung jawab kepada pihak yang tidak kompeten. Ini pelanggaran serius,” tegasnya
Selain masalah izin dan kompetensi, Nurman juga menilai SPK ini tidak transparan, karena tidak mencantumkan dokumen analisis dampak lingkungan seperti UKL-UPL atau AMDAL. Hal ini menurutnya rawan menimbulkan pencemaran laut dan merugikan masyarakat pesisir, khususnya nelayan.
“Sudah terlalu banyak kerusakan ekosistem laut akibat praktik tambang yang tidak terkendali. Jika tak ada kajian lingkungan, ini bisa jadi bom waktu bagi keberlanjutan Bangka Belitung,” ujarnya.
Dengan melihat indikasi tersebut, Nurman menuntut Kementerian ESDM, Inspektur Tambang, dan Aparat Penegak Hukum untuk:
1. Mengaudit legalitas seluruh SPK yang dikeluarkan PT Timah Tbk dalam dua tahun terakhir.
2. Menyetop seluruh kegiatan tambang laut yang tidak disertai IUP OPK dan PJO bersertifikat.
3. Memanggil jajaran manajemen PT Timah Tbk untuk klarifikasi publik dan pemeriksaan legal formal.
Jika dalam waktu 10 hari tidak ada tindakan konkret, LSM Rakyat Indonesia Berdaya akan melaporkan kasus ini ke:
Komisi VII DPR RI sebagai mitra kerja Kementerian ESDM.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada indikasi gratifikasi atau penyalahgunaan kewenangan.
Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi dalam pemberian SPK dan pengawasan pertambangan.
“Kami tidak anti terhadap pertambangan, tetapi kami menolak keras praktik tambang yang dijalankan dengan model korporasi semu, legalitas abu-abu, dan mengorbankan hukum serta lingkungan. SPK ini bisa jadi tameng legal bagi pertambangan liar yang difasilitasi oleh perusahaan besar,” tutup Nurman.
(Yudi Aprizal)