Nurman Suseno Desak Penegakan Hukum: Dugaan Pencemaran Sumur oleh Tambak Udang di Rajik Langgar UU Lingkungan

newsberi | 7 Juli 2025, 01:35 am | 1264 views

Bangka Selatan — Menanggapi laporan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangka Selatan terkait dugaan pencemaran sumur warga di Dusun IV, Desa Rajik, Kecamatan Simpang Rimba oleh perusahaan tambak udang, Nurman Suseno, Aktivis Rakyat Peduli NKRI, melayangkan kritik tajam terhadap lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor lingkungan.

Menurut Nurman, temuan kadar salinitas tinggi—hingga 3.000 di sumur warga dan 4.000 di kolam IPAL perusahaan—adalah indikasi kuat terjadinya pencemaran air tanah akibat kegiatan tambak udang. Hal ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a dan e, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta membuang limbah tanpa izin.

“Jika hasil uji salinitas air sumur menunjukkan adanya kontaminasi dari kolam tambak, maka negara wajib hadir. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, ini kejahatan lingkungan yang nyata,” tegas Nurman.(7/7/)

Ia juga menyoroti lemahnya transparansi dalam proses perizinan tambak. Berdasarkan keterangan DLH Bangka Selatan, izin usaha tambak dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, namun hasil pengawasan justru menunjukkan adanya pelanggaran berat. Nurman mendesak agar Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi tidak hanya berhenti pada penerbitan sanksi administratif, tapi juga segera melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum (APH) karena telah merugikan hak dasar masyarakat atas air bersih.

Selain itu, Nurman mengingatkan bahwa perusahaan tambak udang wajib memiliki izin lingkungan (sekarang disebut Persetujuan Lingkungan sesuai dengan PP Nomor 22 Tahun 2021) yang mewajibkan adanya dokumen UKL-UPL atau Amdal serta penerapan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang efektif.

“Jika IPAL-nya bocor dan mencemari air tanah, maka itu berarti perusahaan tidak memenuhi standar teknis sebagaimana diatur dalam Permen LHK No. P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah. Ini bukan soal kooperatif atau tidak—ini soal tanggung jawab hukum dan perlindungan hak warga,” katanya.

Nurman juga mengkritik sikap pejabat yang terlalu lunak terhadap perusahaan hanya karena mereka “bersifat kooperatif”. Menurutnya, pemenuhan air bersih tidak menghapus fakta hukum bahwa telah terjadi dugaan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

“Kooperatif itu bukan pembenaran. Negara ini negara hukum, bukan negara kompromi. Kalau ada pelanggaran, harus ditindak sesuai hukum. Kalau ada pencemaran, wajib diproses pidana maupun perdata,” ujarnya tegas.

Nurman menutup dengan desakan agar Gubernur Kepulauan Bangka Belitung tidak menunda penerbitan sanksi administratif dan segera meminta APH seperti Gakkum KLHK, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk menyelidiki potensi tindak pidana lingkungan dalam kasus ini. Ia juga membuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan warga negara (citizen lawsuit) bila tak ada langkah tegas dari pemerintah.

 

(Redho)

Berita Terkait