
Sukabumi – Dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) mencuat dalam program Belanja Hibah Uang kepada Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum Indonesia yang dijalankan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Sukabumi tahun anggaran 2024.
Program hibah dengan total anggaran Rp600 juta yang dialokasikan melalui APBD itu diduga kuat sarat kejanggalan dan penyimpangan prosedural. Hal ini disampaikan secara terbuka oleh Lutfi Imanullah, Sekretaris Lembaga Swadaya Masyarakat Rakyat Infonesia Berdaya (LSM RIB) Kabupaten Sukabumi, Senin (23/6/2025).
“Kami mencium adanya indikasi kuat praktik KKN dalam proyek hibah ini. Penerima hibah disebut sebagai organisasi kemasyarakatan berbadan hukum, namun justru yang menerima adalah BUMDesma, yang notabene bukan Ormas. Ini jelas penyimpangan administrasi yang bisa mengarah pada tindak pidana korupsi,” ujar Lutfi.
BUMDesma Terima Dana Hibah yang Tidak Sesuai Peruntukan dan dalam dokumen Rencana Umum Pengadaan yang diperoleh LSM RIB, diketahui bahwa dana sebesar Rp600 juta dibagi untuk dua penerima, yakni BUMDesma Permata Kecamatan Purabaya dan BUMDesma Ciptasoka Kecamatan Cisolok. Keduanya disebut menerima masing-masing Rp300 juta.
Padahal, dalam aturan yang berlaku, hibah hanya boleh diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum seperti yang diatur dalam Permendagri Nomor 99 Tahun 2019. Sedangkan BUMDesma adalah badan usaha milik desa yang tidak termasuk dalam kategori tersebut.
“Ini sangat janggal. Jika aturan menyebut ‘organisasi kemasyarakatan berbadan hukum’, kenapa yang menerima malah BUMDesma? Ini bukan kesalahan teknis, ini manipulasi administrasi,” tegas Lutfi.
LSM RIB juga menyoroti mekanisme pelaksanaan hibah yang dilakukan secara Swakelola, artinya kegiatan dirancang dan dilaksanakan langsung oleh dinas tanpa melibatkan pihak ketiga. Lutfi menilai model seperti ini sangat rawan disalahgunakan.
“Dengan skema swakelola, pelaksana kegiatan dan pemilik anggaran ada di tangan yang sama. Tidak ada mekanisme seleksi terbuka, tidak ada transparansi penggunaan dana, dan tidak ada pengawasan dari masyarakat. Ini rawan sekali untuk diselewengkan,” katanya.
LSM RIB menilai penggunaan dana APBD tanpa pertanggungjawaban terbuka dan tanpa dasar hukum penerima yang jelas merupakan pelanggaran serius terhadap UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan juga melanggar asas-asas transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003.
“Kami meminta agar BPK RI, Inspektorat Daerah, dan Kejaksaan Negeri Sukabumi. turun tangan melakukan audit dan penyelidikan terhadap hibah ini. Siapa yang menetapkan penerima? Apa hubungan antara penerima dengan pejabat dinas? Apakah ada unsur kolusi dan nepotisme? Semua harus dibuka ke publik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Lutfi menegaskan bahwa setiap rupiah uang rakyat yang dikelola oleh pemerintah daerah harus dipertanggungjawabkan secara jujur dan terbuka. Program hibah yang diselubungi dengan mekanisme tertutup hanya akan melukai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
“Jangan jadikan hibah sebagai bancakan elit-elit lokal. Dana publik bukan warisan pribadi. Kami dari LSM RIB akan terus memantau dan siap melaporkan jika ditemukan bukti-bukti kuat adanya tindak pidana dalam pengelolaan hibah ini,” pungkas Lutfi.
LSM RIB berkomitmen untuk mengawal penggunaan keuangan daerah agar sesuai asas keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. Pemberian hibah kepada lembaga yang tidak memenuhi syarat hukum bukan hanya kesalahan administratif, tetapi dapat menjadi kejahatan korupsi yang harus diusut hingga tuntas.
“Negara butuh pemimpin yang jujur, bukan yang pintar menyiasati aturan demi kepentingan kelompoknya,” tutup Lutfi.
(Hr)