
Muara Enim, Sumatera Selatan – Dugaan praktik korupsi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muara Enim kembali menjadi sorotan publik.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Indonesia Berdaya Provinsi Sumatera Selatan mengungkap pola korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dinilai telah berlangsung secara sistemik dan terorganisir sejak tahun 2019 hingga 2024.
Ketua Perwakilan LSM Rakyat Indonesia Berdaya Provinsi Sumatera Selatan, Harno Pangestoe, menyatakan bahwa berbagai kasus yang mencuat dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya pembusukan moral dan lemahnya pengawasan internal di tubuh dinas tersebut.
“Ini bukan lagi soal satu-dua orang. Ini sudah sistemik! Dari proyek fiktif, permainan volume, sampai markup, semuanya berlangsung dengan pola yang sama dari tahun ke tahun. Dinas PUPR harus dibersihkan total!” tegas Harno, sabtu (17 mei 2025).
Dalam laporan investigatif yang dihimpun dari berbagai sumber, LSM Rakyat Indonesia Berdaya mengidentifikasi sedikitnya lima modus operandi korupsi yang diduga terjadi secara berulang di Dinas PUPR Muara Enim:
1. Suap Proyek (Commitment Fee)
Pengusaha atau kontraktor diwajibkan menyetor sejumlah uang kepada oknum pejabat atau anggota legislatif untuk memenangkan proyek. Salah satu kasus mencuat pada 2019, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 anggota DPRD Muara Enim sebagai tersangka karena menerima suap hingga 10 persen dari total nilai proyek sebesar Rp129 miliar.
2. Proyek Fiktif
Pada awal 2024, seorang staf Dinas PUPR bernama Anzhari Eza Putra dilaporkan menggelapkan uang muka proyek sebesar Rp2,6 miliar dari seorang pengusaha. Proyek tersebut ternyata tidak tercatat dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mengindikasikan adanya penipuan struktural dalam sistem birokrasi.
3. Pengurangan Volume dan Mutu Pekerjaan
Dugaan pengurangan material dan kualitas pekerjaan ditemukan pada proyek pelebaran jalan Pulau Panggung–Segamit serta pembangunan siring di Muara Danau. Meski progres fisik proyek minim, pembayaran tetap dilakukan secara penuh. Kerugian negara diperkirakan mencapai hampir Rp1 miliar.
4. Persekongkolan Tender dan Markup Harga
Laporan menyebutkan proyek jalan Suka Indah–Kemang dibayar lunas meskipun belum dikerjakan. Diduga kuat terdapat kolusi antara kontraktor, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan pejabat dinas dalam merekayasa dokumen lelang.
5. Pembiaran Sistemik
Sedikitnya tujuh proyek bermasalah pada tahun 2021 tidak mendapat tindak lanjut hukum maupun administratif. Hal ini menunjukkan lemahnya peran Inspektorat dan kurangnya ketegasan dari pengambil kebijakan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muara Enim.
Harno Pangestoe mendesak Bupati Muara Enim dan jajaran pengawasan internal seperti Inspektorat dan Sekretaris Daerah (Sekda) untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi persoalan ini.
“Kami meminta Bupati dan seluruh unsur pengawasan untuk turun langsung. Jangan tutup mata! Jika tidak ada tindakan nyata, kami pastikan LSM dan masyarakat akan turun cek fakta pengerjaan proyek ke lapangan dan menganalisa ,mengkoreksi,mengambil sampel untuk di uji lab dan Demo di BPK RI dan kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Mendesak untuk lakukan audit investigatif,” tegasnya.
(Alif)