
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara — Ketua Perwakilan LSM Rakyat Indonesia Berdaya Provinsi Sumatera Utara, Amran Samosir, melontarkan kritik tajam terhadap lemahnya transparansi dalam pengelolaan dana desa di berbagai kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Ia menilai masih banyak pemerintah daerah yang tidak mempublikasikan laporan penggunaan dana desa di website resmi mereka, padahal hal tersebut merupakan amanat undang-undang.
“Transparansi adalah hak rakyat dan kewajiban pemerintah. Setiap pemerintah daerah wajib memuat laporan penggunaan dana desa secara terbuka di website resminya. Ini bagian dari kontrol sosial, bagian dari demokrasi,” ujar Amran saat memberikan pernyataan kepada media di Medan, minggu (18/5).
Menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta Permendesa PDTT Nomor 11 Tahun 2019, pemerintah desa memiliki kewajiban menyampaikan informasi kepada publik, termasuk dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Namun dalam praktiknya, kata Amran, akses masyarakat terhadap informasi dana desa masih sangat terbatas.
“Ini yang membuka ruang besar bagi korupsi dan penyalahgunaan dana desa. Tanpa keterbukaan, tanpa pengawasan publik, praktik manipulasi laporan, mark-up, hingga proyek fiktif bisa terjadi dan terus berulang,” katanya.
Amran memaparkan bahwa pola korupsi dana desa cenderung berulang dan dilakukan secara sistemik. Beberapa modus yang kerap ditemukan di lapangan antara lain:
dugaan pemotongan dana oleh oknum aparat desa atau kecamatan sebelum dana diterima penuh.
Dugaan adanya proyek fiktif, seperti pembangunan jalan atau irigasi yang hanya tercatat di atas kertas.
Mark-up anggaran, di mana biaya pengadaan atau proyek dinaikkan melebihi harga pasar.
Laporan pertanggungjawaban palsu, termasuk kuitansi dan nota yang direkayasa.
Penunjukan langsung rekanan tanpa prosedur, yang biasanya dilakukan secara nepotistik.
“Semua ini bisa dicegah kalau laporan dana desa diunggah secara berkala dan terbuka. Masyarakat bisa ikut mengawasi, media bisa menyoroti, LSM bisa memverifikasi. Tapi jika data disembunyikan, korupsi akan terus beranak-pinak,” tegas Amran.
Ia pun mendorong Gubernur Sumatera Utara dan seluruh Bupati/Wali Kota untuk mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan keterbukaan informasi publik dana desa. Ia juga meminta BPKP dan Inspektorat Daerah lebih aktif mengaudit penggunaan dana desa secara menyeluruh, termasuk secara digital dan real-time.
“Kalau sistemnya dibuka dan masyarakat dilibatkan, korupsi akan sulit tumbuh. Tapi kalau terus dibiarkan gelap, ya jangan heran kalau kepala desa terus bergiliran masuk penjara,” tutupnya.
(Red)