
Belitung– Wakil Ketua LSM Rakyat Indonesia Berdaya Perwakilan Provinsi Bangka Belitung, Nurman Susena, melayangkan kritik tajam sekaligus laporan resmi kepada sejumlah lembaga negara terkait maraknya aktivitas tambang timah ilegal di wilayah perairan Munsang, Desa Sungai Padang, Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung.
Dalam keterangannya, Nurman menyebut sedikitnya 200 unit ponton tambang ilegal beroperasi secara terang-terangan di wilayah laut tersebut. Ia menilai, pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal ini mencerminkan kegagalan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah dalam melindungi lingkungan serta masyarakat nelayan tradisional(2/5)
“Bagaimana mungkin ratusan penambang ilegal bisa leluasa beroperasi di laut selama berhari-hari tanpa tindakan? Ini bukan lagi kelalaian biasa. Ini bentuk pembiaran sistematis yang mengarah pada dugaan keterlibatan oknum,” tegas Nurman.
Ia menambahkan bahwa aktivitas tambang ilegal telah menyebabkan kerusakan ekosistem laut, mengganggu biota perairan, dan memaksa nelayan berhenti melaut karena air laut yang keruh serta hasil tangkapan yang terus menurun.
“Air laut rusak, nelayan menderita, tapi penambang ilegal terus beroperasi. Rakyat dirugikan, dan hukum seolah tak bertaji,” ujar Nurman.
Menindaklanjuti situasi ini, Nurman menyatakan telah mengirim laporan pengaduan resmi kepada Mabes Polri, Presiden Republik Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Gubernur Provinsi Bangka Belitung. Laporan tersebut disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Melalui laporan tersebut, Nurman menuntut:
Penghentian segera seluruh aktivitas tambang ilegal di kawasan perairan Munsang.
Tindakan hukum tegas terhadap pelaku dan pihak-pihak yang membekingi aktivitas ilegal tersebut.
Pengiriman tim investigasi independen dari pemerintah pusat.
Pemulihan ekosistem laut dan perlindungan sosial bagi nelayan terdampak.
Ia menegaskan, perjuangan ini adalah bentuk keberpihakan kepada masyarakat kecil dan lingkungan yang terus dirugikan oleh praktik pertambangan ilegal.
“Kami tidak akan diam. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal keadilan. Hukum harus ditegakkan, dan rakyat harus dilindungi,” tutupnya.
(Jahu)