Palembang – Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dikabarkan tengah fokus membidik kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Prasarana Kereta Api Ringan (Light Rail Transit atau LRT) Sumatera Selatan.
Proyek besar yang seharusnya menjadi kebanggaan Sumsel ini kini menjadi sorotan karena adanya indikasi kerugian negara yang mencapai triliunan rupiah.
Dalam pengembangan kasus tersebut, Kejati Sumsel secara intensif terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang diduga terkait. Namun, tidak semua saksi bersikap kooperatif. Salah satu saksi kunci, Direktur Utama PT Lembaga Elektronika Nasional (PT LEN), Bobby Rasyidin, mangkir dari panggilan Kejati pada Selasa (27/8). Ketidakhadirannya ini menimbulkan tanda tanya besar, mengingat posisi strategisnya dalam proyek ini.
Menariknya, Bobby Rasyidin diketahui memiliki harta kekayaan yang cukup besar. Berdasarkan penelusuran redaksi dari laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada tahun 2022 Bobby melaporkan memiliki kekayaan senilai Rp34.702.747.693 (Rp34 miliar).
Rincian harta tersebut meliputi kepemilikan tanah dan bangunan senilai Rp21.002.580.500, alat transportasi dan mesin senilai Rp4.235.578.139, harta bergerak lainnya sebesar Rp2.106.410.100, serta kas dan setara kas senilai Rp5.960.376.377. Bobby juga melaporkan memiliki harta lainnya senilai Rp1.397.802.577. Yang lebih mencengangkan, Bobby tidak memiliki hutang, sehingga total kekayaannya mencapai Rp34.702.747.693.
Kasus LRT Sumsel ini sebelumnya pernah diungkapkan oleh Kepala Kejati Sumsel, Yulianto, dalam pertemuan dengan awak media pada 26 Januari 2024. Dalam kesempatan itu, Yulianto menyebut adanya satu kasus dengan kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun yang telah naik ke tahap penyidikan. Namun, ia belum dapat mengungkapkan nama kasus tersebut secara gamblang.
Ada satu perkara yang sudah naik tahap penyidikan dengan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Untuk nama perkaranya belum dapat kami sampaikan, jadi tunggu saja tanggal mainnya,” kata Yulianto
Yulianto menambahkan bahwa penyelidikan kasus ini terus berlanjut. Bahkan, tim penyidik sudah melakukan penggeledahan di tiga lokasi, dua di Jakarta dan satu di Bandung. Hal ini menunjukkan keseriusan Kejati Sumsel dalam mengusut tuntas dugaan korupsi besar ini.
Keterlibatan PT LEN dalam kasus ini menjadi sorotan karena adanya kontrak utama antara PT Waskita dan PT LEN. PT LEN, yang diketahui tidak memiliki dana yang cukup untuk pelaksanaan proyek, kemudian menggandeng PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia sebagai pendana. Diduga, pada tahap ini terjadi mark-up biaya oleh PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia sebagai fee atas perannya sebagai pendana.
Dengan terus berkembangnya kasus ini, masyarakat menantikan langkah tegas dari aparat hukum untuk mengungkap seluruh aktor yang terlibat dalam dugaan mega korupsi proyek LRT Sumsel yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Kejati Sumsel pun diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu.( Harno)