Hifson Ketua LSM Rakyat Indonesia Berdaya Soroti Transparansi Anggaran BPJS di OKI, Desak Audit dan Evaluasi

newsberi | 12 Mei 2025, 02:56 am | 43 views

Ogan Komering Ilir,Sumatera Selatan — Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rakyat Indonesia Berdaya, Hifson Munandar, menyampaikan kritik membangun terhadap pengelolaan anggaran iuran BPJS Kesehatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), khususnya pada segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta yang didaftarkan pemerintah daerah (BP Pemda).

Dalam keterangan tertulisnya, Hifson menyatakan bahwa meskipun Pemerintah Kabupaten OKI telah mengalokasikan Rp25,8 miliar untuk membiayai iuran sekitar 91.617 peserta, terdapat ketidaksesuaian antara jumlah anggaran yang disiapkan dan besaran iuran resmi yang diatur pemerintah pusat.

“Kami sangat mengapresiasi komitmen Pemkab OKI dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional. Namun, berdasarkan hitungan kami, seharusnya dana yang dibutuhkan untuk iuran kelas 3 BPJS sebesar Rp420.000 per peserta per tahun, sehingga idealnya dibutuhkan lebih dari Rp38 miliar. Dengan hanya Rp25,8 miliar, ada gap anggaran lebih dari Rp12 miliar yang perlu dipertanyakan transparansi dan alokasinya,” ujar Hifson.

Ia menambahkan bahwa perbedaan ini membuka ruang terhadap potensi inefisiensi anggaran, bahkan dugaan penyimpangan atau praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) jika tidak segera diaudit dan diawasi secara ketat.

Kritik ini, menurut Hifson, sepenuhnya berlandaskan pada aturan hukum, antara lain:

UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang menekankan kewajiban penyelenggara negara untuk memberikan pelayanan yang transparan dan akuntabel.

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa setiap penggunaan APBD harus jelas peruntukannya dan dapat dipertanggungjawabkan.

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama jika terbukti terjadi penyimpangan penggunaan anggaran atau rekayasa jumlah peserta.

Hifson meminta agar Inspektorat Daerah dan BPK segera melakukan audit investigatif, serta mendesak BPJS Kesehatan dan Pemkab OKI membuka data nama-nama peserta yang dibiayai oleh APBD ke publik, sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik dalam UU No. 14 Tahun 2008.

“Masyarakat berhak tahu siapa saja yang dibiayai oleh uang daerah. Tanpa itu, bagaimana kita bisa memastikan tidak ada peserta fiktif, dobel kepesertaan, atau bahkan penyimpangan lainnya?”

Sebagai bagian dari kontrol sosial, Hifson menegaskan bahwa kritik ini bukan untuk menjatuhkan, tetapi mendorong pemerintah daerah agar lebih transparan, profesional, dan efisien dalam mengelola anggaran kesehatan masyarakat.

“Kami percaya, dengan evaluasi terbuka dan audit menyeluruh, Pemkab OKI bisa memperbaiki sistem dan memastikan dana rakyat benar-benar untuk rakyat.”

(Harno)

Berita Terkait