OKI -Sumatera Selatan
Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kembali diguncang oleh dugaan korupsi yang diduga dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif. Laporan terbaru ini diungkapkan oleh Hipson Munandar, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) LSM Rakyat Indonesia Berdaya Kabupaten OKI, yang menyoroti permasalahan dalam realisasi belanja tambahan penghasilan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten OKI. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) No. 38.B/LHP/XVIII.PLG/05/2022, ditemukan berbagai penyimpangan yang diduga telah merugikan keuangan negara/daerah sebesar Rp6.197.706.989,00.
Rincian Temuan BPK
Pemerintah Kabupaten OKI menganggarkan belanja pegawai sebesar Rp838.553.682.667,00 dengan realisasi sebesar Rp782.532.334.157,00 atau sekitar 93,32%. Salah satu komponen dalam realisasi belanja pegawai ini adalah belanja tambahan penghasilan ASN dan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif daerah lainnya. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa masalah yang signifikan:
-
Penganggaran dan Pembayaran Honorarium di BPKAD dan Bappeda:
-
Ditemukan bahwa honorarium pertanggungjawaban pengelola keuangan daerah di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten OKI sebesar Rp5.461.307.406,00 diformulasikan sebagai Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) khusus. Namun, TPP ini tidak diinput melalui aplikasi Sistem Monitoring Evaluasi Analisa Jabatan (SIMONA) dan direalisasikan dalam bentuk honorarium, yang seharusnya berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Harga Regional.
-
Penggunaan nomenklatur honorarium ini dinilai tidak sesuai, sehingga BPK merekomendasikan kepada Sekretaris Daerah Kabupaten OKI untuk memformulasikan Tunjangan Khusus Pengelola Keuangan Daerah (TKPD) sebagai bagian dari Tambahan Penghasilan berdasarkan Beban Kerja, sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900-4700 Tahun 2020.
-
-
Kelebihan Perhitungan Pembayaran Honorarium PBJ dan UKPBJ:
-
Selain itu, ditemukan kelebihan perhitungan sebesar Rp428.570.000,00 dalam pembayaran honorarium untuk Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) serta Honorarium Perangkat Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) pada Sekretariat Daerah Kabupaten OKI. Penetapan honorarium ini dilakukan berdasarkan Keputusan Bupati OKI, yang menetapkan beberapa penerima yang jabatannya tidak sesuai sebagai subjek penerima honorarium PBJ.
-
BPK mencatat bahwa dalam kondisi di mana pejabat pengadaan barang dan jasa telah menerima tunjangan pengelola pengadaan barang dan jasa, mereka tidak seharusnya menerima honorarium tambahan tersebut. Hal ini jelas melanggar ketentuan yang berlaku dan menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan dan pengelolaan keuangan daerah.
-
Indikasi Dugaan Tindak Pidana Korupsi
Hipson Munandar menegaskan bahwa berbagai permasalahan yang terungkap dalam laporan BPK ini mengindikasikan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif di lingkup Pemerintah Kabupaten OKI. “Permasalahan ini patut diduga terjadi akibat adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan berbagai pihak berkompeten yang berkepentingan. Kondisi demikian dapat dikategorikan sebagai delik penyalahgunaan kewenangan dan penyalahgunaan kesempatan karena jabatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang berdampak merugikan keuangan negara atau daerah,” ujar Hipson.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa tindakan korupsi ini tidak hanya mencerminkan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, tetapi juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik yang dipercayakan kepada para pejabat daerah. Hipson mendesak agar pihak berwenang segera melakukan penyelidikan mendalam dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat.
Rekomendasi dan Tindakan Selanjutnya
Menyikapi temuan ini, Badan Pemeriksa Keuangan merekomendasikan beberapa langkah perbaikan, termasuk:
-
Reformulasi Tunjangan Khusus Pengelola Keuangan Daerah (TKPD): Sekretaris Daerah diminta untuk memformulasikan ulang TKPD di BPKAD dan Bappeda agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta memastikan bahwa TPP diinput melalui aplikasi SIMONA.
-
Peninjauan dan Penyesuaian Pembayaran Honorarium: Pemerintah Kabupaten OKI juga diminta untuk meninjau dan menyesuaikan kembali pembayaran honorarium untuk PBJ dan UKPBJ, dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku, dan mengembalikan kelebihan pembayaran sebesar Rp428.570.000,00 ke kas daerah.
Kesimpulan
Kasus ini menambah panjang daftar dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten OKI, yang kian mencoreng reputasi pemerintah daerah. LSM Rakyat Indonesia Berdaya melalui Hipson Munandar menyerukan agar seluruh elemen masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah pusat turut mengawasi dan mengawal proses penegakan hukum atas kasus ini. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa keuangan daerah dikelola dengan transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu(red)