Prabumulih – Kepala Perwakilan Sumatera Selatan LSM Rakyat Indonesia Berdaya, Harno Pangestoe, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Belanja Barang dan Jasa di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prabumulih pada tahun 2022.
Harno mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut agar keadilan dapat ditegakkan dan kerugian negara dapat diminimalisir.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa realisasi belanja melalui mekanisme Ganti Uang (GU) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak didukung dengan dokumen pertanggungjawaban yang lengkap. Temuan ini mengindikasikan adanya pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prabumulih pada tahun 2022 menerima Uang Persediaan (UP) sebesar Rp1.000.000.000,00 yang diatur melalui Keputusan Wali Kota Prabumulih Nomor 2/KPTS/BPKAD/2022 tertanggal 3 Januari 2022. Dana tersebut dialokasikan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan melalui mekanisme GU. Namun, berdasarkan Buku Kas Umum (BKU) Bendahara Pengeluaran, ditemukan bahwa realisasi Belanja Barang dan Jasa melalui mekanisme GU mencapai Rp3.529.153.028,00 dengan rincian sebagai berikut:
- GU 1 – Nomor SP2D 0584/SP2D-GU/BPKAD/2022, Tanggal 25 April 2022, Nilai SP2D Rp770.293.977,00
- GU 2 – Nomor SP2D 0868/SP2D-GU/BPKAD/2022, Tanggal 7 Juli 2022, Nilai SP2D Rp905.911.505,00
- GU 3 – Nomor SP2D 1738/SP2D-GU/BPKAD/2022, Tanggal 23 November 2022, Nilai SP2D Rp853.083.272,00
- GU Nihil – Nomor SP2D 2727/SP2D-GU-NIHIL/BPKAD/2022, Tanggal 30 Desember 2022, Nilai SP2D Rp999.864.274,00
Lebih lanjut, pemeriksaan mendalam menunjukkan bahwa pelaksanaan belanja melalui mekanisme GU ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ditemukan bahwa 15 kegiatan belanja di Sekretariat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan tanpa melalui Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan anggaran tersebut langsung diserahkan oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak ketiga tanpa melalui proses yang semestinya.
Realisasi belanja ini hanya diinput ke dalam sistem BKU dan SIMDA berdasarkan rekapitulasi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang disampaikan oleh bendahara, tanpa disertai verifikasi kelengkapan bukti-bukti pengeluaran. Selain itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SKPD tidak melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap keabsahan dokumen pertanggungjawaban yang disertakan.
Harno Pangestoe menyatakan bahwa kondisi ini merupakan bentuk dugaan penyalahgunaan wewenang yang sangat merugikan keuangan negara. “Pelanggaran ini tidak hanya mencerminkan rendahnya integritas para pejabat terkait, tetapi juga menunjukkan adanya praktik KKN yang harus segera diusut tuntas oleh APH,” tegas Harno.
Ia juga mendesak agar seluruh pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan wewenang ini, baik itu pejabat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maupun pihak ketiga yang menerima dana tersebut, harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. “Penegakan hukum yang tegas dan transparan diperlukan untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa dana negara dikelola dengan baik dan benar,” tambahnya.
Harno berharap agar APH segera mengambil langkah hukum yang diperlukan untuk menyelidiki dan menindaklanjuti kasus ini. (Red)