
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara – Dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek Belanja Natura dan Pakan-Natura Tahun Anggaran 2024 oleh Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah, mendapat sorotan tajam dari Amran Samosir, Ketua DPD LSM Rakyat Indonesia Berdaya Provinsi Sumatera Utara. Amran menyebut proyek yang dilaksanakan dengan mekanisme Swakelola Tipe I ini rawan penyalahgunaan anggaran dan diduga sarat praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dalam keterangan resminya, Amran menilai pola penganggaran dan pelaporan belanja natura tersebut tidak mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.
“Kami mendapati pengulangan kode anggaran yang sama hingga puluhan kali, dengan item belanja yang tidak jelas volumenya seperti ‘ikan’, ‘ayam’, ‘kentang’, ‘beras’ dan seterusnya, tanpa rincian jumlah, harga satuan, atau standar kualitas. Ini jelas membuka ruang penyimpangan dan patut diaudit secara menyeluruh,” ujar Amran.
Amran menyebut bahwa pelaksanaan swakelola tersebut berpotensi melanggar berbagai ketentuan hukum dan regulasi:
1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mewajibkan pengelolaan keuangan negara dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
2. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 298 yang menegaskan bahwa belanja daerah harus berdasarkan prinsip akuntabilitas dan kejelasan penggunaan anggaran.
3. Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mengatur pelaksanaan swakelola harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan dapat diaudit.
4. Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengatur bahwa setiap belanja wajib memiliki Rencana Kebutuhan (RK), Harga Satuan, dan Standar Biaya yang terdokumentasi dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Bila tidak ada dokumen rencana kebutuhan barang, rincian harga satuan, dan pertanggungjawaban fisik, maka proyek ini telah menyalahi prinsip pengadaan dan membuka peluang pidana korupsi sesuai Pasal 3 UU Tipikor,” tegas Amran.
LSM Rakyat Indonesia Berdaya menilai bahwa nilai anggaran yang besar mencapai ratusan juta rupiah untuk pembelian bahan pangan yang sangat umum tanpa rincian, dapat mengarah pada praktik markup, dan pengelolaan keuangan yang tidak efektif.
“Anggaran untuk kentang, mie instan, minyak goreng dan telur bisa berulang hingga 30 kali entri. Ini bukan kelalaian biasa, ini pola sistemik yang patut diselidiki aparat penegak hukum,” ujar Amran.
Amran juga menyampaikan bahwa pihaknya akan melayangkan permintaan audit investigatif kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Kabupaten, serta melaporkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, sebagai bentuk kontrol sosial yang sah dan dijamin oleh undang-undang.
“Ini uang rakyat. Maka pengelolaannya wajib sesuai prinsip good governance. Jika dibiarkan, maka ini bisa menjadi preseden buruk bagi pengelolaan anggaran daerah di Sumatera Utara,” tegas Amran.
Dalam semangat partisipasi publik, Amran juga mengajak masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda, dan media lokal untuk ikut mengawasi proses realisasi anggaran di setiap kecamatan.
“LSM dan masyarakat harus menjadi pengawas lapangan. Jangan sampai kebijakan swakelola justru dijadikan alat pembungkus penyimpangan. Negara kita butuh pengawasan dari rakyat.
dan sebagai bentuk pencegahan terjadinya KKN, markup pihaknya akan segera melaporkan permasalahan ini ke kejaksaan Tinggi Sumatera Utara tutupnya.
(Hr)