
Bangka Tengah ,Provinsi Bangka Belitung — Kasus dugaan alih fungsi kawasan Hutan Lindung Beriga di Kabupaten Bangka Tengah memicu perhatian luas masyarakat. Seorang warga bernama Amen Trubus diduga membuka lahan kelapa sawit di area yang termasuk zona hutan lindung. Aktivitas ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan ekosistem serta dugaan pelanggaran terhadap peraturan kehutanan.
Namun demikian, Amen Trubus membantah tuduhan tersebut. Ia mengklaim bahwa kebun sawit miliknya merupakan warisan keluarga yang telah ada jauh sebelum wilayah tersebut dinyatakan sebagai kawasan hutan lindung. Ia merasa telah dirugikan akibat kebijakan pemerintah yang menetapkan kebunnya masuk ke dalam peta kawasan hutan tanpa sosialisasi maupun proses verifikasi.
Menanggapi peristiwa ini, Nurman Suseno, Wakil Ketua LSM Rakyat Indonesia Berdaya perwakilan Provinsi Bangka Belitung, menyerukan agar penyelesaian kasus ini dilakukan secara adil dan berbasis hukum serta memperhatikan prinsip keadilan sosial.
“Jika benar lahan tersebut telah dikelola masyarakat sejak lama dan tiba-tiba ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung tanpa proses yang partisipatif, maka negara harus bertanggung jawab. Namun, jika ada penguasaan baru tanpa izin di kawasan lindung, itu melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan harus diproses hukum,” tegasnya.
Nurman menekankan bahwa penyelesaian kasus serupa tidak cukup hanya melalui pendekatan hukum semata, tetapi juga perlu mempertimbangkan sejarah penguasaan lahan dan perlindungan terhadap masyarakat adat atau lokal yang telah lama bergantung pada lahan tersebut untuk kehidupan mereka.
Nurman menyarankan pemerintah pusat dan daerah untuk:
1. Membentuk Tim Verifikasi Lintas Sektor – Melibatkan Dinas Kehutanan, ATR/BPN, akademisi, LSM, serta tokoh masyarakat guna menelusuri sejarah penggunaan lahan.
2. Mendorong Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial – Jika terbukti masyarakat sudah mengelola lahan sebelum penetapan kawasan hutan, program seperti TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) dan perhutanan sosial bisa menjadi solusi legal dan berkeadilan.
3. Merevisi Peta Kawasan Secara Transparan – Pemerintah perlu membuka akses informasi mengenai penetapan kawasan hutan dan memberi ruang keberatan bagi masyarakat terdampak sebelum status ditetapkan secara final.
Nurman juga menyatakan bahwa pihaknya dari LSM Rakyat Indonesia Berdaya akan mengawal proses ini dan siap menjadi penghubung antara masyarakat dan pemangku kepentingan guna memastikan penyelesaian yang adil dan berkelanjutan.
(Jahurun .P)