
Pangkalpinang – Dugaan pelanggaran serius kembali menyeruak di Kota Pangkalpinang. Sebuah laboratorium swasta yang bergerak di bidang pengujian mineral logam, Pelita Mandiri Inti Analitika (PEMIA), diduga kuat beroperasi secara ilegal dan mencemari lingkungan. Fakta ini diungkap oleh Nurman Suseno, aktivis Rakyat Peduli NKRI yang juga dikenal sebagai pejuang hak-hak rakyat dan lingkungan di Bangka Belitung.
Laboratorium yang sebelumnya berlokasi di Ruko Citraland itu kini diam-diam berpindah ke rumah pribadi di kawasan Kelurahan Temberan, Kecamatan Bukit Intan, tanpa papan nama, tanpa izin lingkungan, dan berada tepat di tengah pemukiman padat penduduk.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan lingkungan yang membahayakan keselamatan rakyat,” tegas Nurman.
Dalam laporan resmi yang disampaikan Nurman kepada Presiden RI dan di disposisikan ke Pemprov Bangka Belitung dan Wali Kota Pangkalpinang, disebutkan setidaknya lima pelanggaran utama yang diduga dilakukan oleh PEMIA:
1. Tidak memiliki izin lingkungan (AMDAL atau UKL/UPL), melanggar Pasal 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Tidak memiliki izin usaha laboratorium dan tidak terdaftar di OSS, melanggar PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko
3. Menggunakan bahan kimia berbahaya (B3) tanpa izin edar dan tanpa sistem pengelolaan limbah beracun sesuai PP No. 22 Tahun 2021 serta PermenLHK No. 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah B3
4. Membuang limbah cair dan padat ke lingkungan secara langsung tanpa pengolahan IPAL, melanggar ketentuan Pasal 104 UU No. 32/2009, dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar.
5. Tidak memiliki akreditasi laboratorium, namun hasil uji laboratorium digunakan dalam tata niaga komoditas strategis seperti timah — membuka potensi manipulasi data untuk mendukung praktik jual beli timah ilegal.
“Warga sekitar sudah melapor. Tapi sampai hari ini belum ada tindakan dari pemerintah,” ujar Nurman dalam keterangannya.
Bahkan, menurut informasi yang dihimpun, limbah sisa pengujian asam kuat seperti asam nitrat dan air raksa diduga dibuang ke selokan belakang rumah yang terhubung langsung ke saluran air warga. Ini jelas mengancam kualitas air tanah, kesehatan warga, dan ekosistem setempat.
Nurman mengecam keras pembiaran oleh Pemkot Pangkalpinang. Ia menuntut agar:
1. Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, DPMPTSP, dan Satpol PP segera turun ke lapangan untuk melakukan penyegelan.
2. Seluruh kegiatan laboratorium dihentikan sementara sampai izin lengkap, IPAL tersedia, dan pengelolaan limbah B3 sesuai standar KLHK.
3. Proses hukum dilakukan sesuai Pasal 98–120 UU 32/2009, termasuk pidana korporasi terhadap laboratorium dan pemiliknya (atas nama Sugeng dan Ulfa).
4. Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam pengawasan dan pelaporan lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (1) UU No. 32/2009.
“Jangan Tunggu Ada Korban Baru Bertindak”
Nurman juga menyinggung bahwa jika kasus ini terus didiamkan, maka ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip hukum lingkungan, yang mengedepankan pencegahan dan kehati-hatian (precautionary principle).
“Pangkalpinang bukan tempat untuk mencuci kejahatan tambang atau bermain laboratorium ilegal. Jangan tunggu warga mati keracunan baru bertindak!”
Nurman juga meminta agar Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera turun tangan. Jika Pemkot Pangkalpinang tidak mampu menindak, maka aparat pusat dan penegak hukum harus turun langsung.
“Kami siap mendampingi investigasi dan memberi bukti tambahan. Ini saatnya rakyat bertindak jika negara diam.”
(Redho)