Terkuak! RSUD R. Syamsudin, S.H Kota Sukabumi Diduga Lakukan KKN, Markup, dan Pembayaran Fiktif Jasa Pelayanan: Kerugian Negara Mencapai Rp9,1 Miliar

newsberi | 16 Juli 2025, 07:43 am | 912 views

kota Sukabumi,Jawa Barat  — Pengelolaan keuangan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) R. Syamsudin, S.H, Kota Sukabumi, menuai sorotan tajam publik setelah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap berbagai kejanggalan dalam pembayaran jasa pelayanan tahun anggaran 2023. Dugaan kuat terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta praktik markup dan penyalahgunaan wewenang, mencuat ke permukaan dengan potensi kerugian negara mencapai Rp9.121.416.000,00.

RSUD R. Syamsudin, S.H mengelola belanja pegawai sebesar Rp121,34 miliar dan belanja barang dan jasa sebesar Rp212,92 miliar pada tahun 2023. Dari jumlah tersebut, alokasi terbesar digunakan untuk pembayaran jasa pelayanan, termasuk insentif, tunjangan jabatan, dan remunerasi pejabat struktural.

Namun, hasil audit BPK mengungkap sejumlah penyimpangan sistemik, di antaranya:

  • Penetapan jasa pelayanan tidak berdasarkan evaluasi jabatan dan kinerja

  • Pembayaran tunjangan ganda bagi PNS RSUD

  • Honorarium kepada pihak yang tidak berhak

  • Pemberian insentif kepada Direksi di atas ambang batas kewajaran

Audit BPK menunjukkan bahwa Direktur RSUD menetapkan besaran jasa pelayanan dalam sejumlah Surat Keputusan (SK) secara sepihak, tanpa persetujuan kepala daerah dan tanpa dasar evaluasi menyeluruh terhadap kinerja pegawai maupun kemampuan keuangan rumah sakit.

Selain itu, insentif yang diberikan kepada direktur rumah sakit mencapai Rp253 juta per bulan, jauh lebih tinggi dari batas atas rumah sakit sekelas (klaster C) di lingkungan Kementerian Kesehatan, yaitu maksimal Rp120 juta per bulan.

Lebih parah, pembayaran kepada Wali Kota Sukabumi sebesar Rp30 juta per bulan, Wakil Wali Kota Rp15 juta, dan Sekda Rp10 juta dalam bentuk “honorarium government body”, dinilai tidak sesuai ketentuan karena mereka bukan pemberi layanan medis maupun non-medis.


Rincian Temuan Kelebihan Pembayaran dan Potensi Kerugian Negara

BPK merinci kelebihan pembayaran yang tidak sesuai ketentuan dengan nilai fantastis:

  • Rp7.942.166.000,00 atas pembayaran ganda tunjangan jabatan kepada pegawai berstatus PNS

  • Rp975.000.000,00 atas tunjangan insentif khusus direksi, yang justru dialihkan ke rekening di luar RSUD

  • Rp204.250.000,00 atas pemberian honorarium kepada pihak tidak berhak, termasuk Direktur RSUD dan staf ahli non-struktural

Total nilai penyimpangan mencapai Rp9.121.416.000,00 dan berpotensi lebih besar apabila dilakukan audit forensik menyeluruh.

Menanggapi temuan tersebut, Lutfi Imanullah, Sekretaris LSM Rakyat Indonesia Berdaya DPC  Sukabumi, menyatakan kekecewaannya dan mendesak penegak hukum untuk tidak tinggal diam atas dugaan KKN ini.

“Ini bukan sekadar pelanggaran prosedur. Ini dugaan kuat penyalahgunaan keuangan negara, persekongkolan jabatan, dan konflik kepentingan yang dilakukan secara sistematis. RSUD itu untuk rakyat, bukan tempat bancakan pejabat,” ujar Lutfi tegas.

Ia menyayangkan lemahnya pengawasan dari Pemerintah Kota Sukabumi, khususnya dalam hal penetapan remunerasi dan honorarium yang seharusnya menjadi kewenangan Wali Kota, bukan Direktur RSUD.

Tindakan Direktur RSUD Diduga Langgar Banyak Regulasi

LSM Rakyat Indonesia Berdaya menilai tindakan Direktur RSUD melanggar:

  • UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

  • PP Nomor 74 Tahun 2012 tentang BLU

  • Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang BLUD

  • PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

“Bagaimana mungkin dana insentif yang diterima pejabat justru dialihkan ke rekening lain untuk keperluan ‘di luar RSUD’? Ini patut diduga sebagai bentuk penggelapan,” tegas Lutfi.

Lutfi menyatakan bahwa LSM Rakyat Indonesia Berdaya telah menyiapkan berkas laporan resmi kepada:

  • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

  • Kejaksaan Agung RI

  • Bareskrim Mabes Polri

Tuntutan LSM Rakyat Indonesia Berdaya

  1. Copot Direktur RSUD R. Syamsudin, S.H segera

  2. Pulihkan kerugian negara sebesar Rp9,1 miliar

  3. Lakukan audit forensik dana BLUD RSUD 5 tahun ke belakang

  4. Tangkap dan adili pihak-pihak yang terlibat jika terbukti melanggar hukum

“Rakyat sedang susah membayar BPJS, rumah sakit justru foya-foya dengan dana publik. Kalau ini tidak dihentikan, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akan runtuh total,” pungkas Lutfi.

(dikdik)

Berita Terkait