Jakarta – Mantan Direktur Utama (Dirut) Dana Pensiun Bukit Asam (DPBA) periode 2013-2018, Zulheri, didakwa melakukan korupsi yang merugikan negara senilai Rp234,51 miliar. Dugaan korupsi ini terkait dengan pengelolaan dana pensiun selama masa jabatannya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Arif Darmawan Wiratama, menjelaskan bahwa Zulheri bersama lima terdakwa lainnya diduga memperkaya diri dengan cara menyalahgunakan pengelolaan Dana Pensiun Bukit Asam.
“Zulheri bersama para terdakwa lainnya melakukan beberapa perbuatan yang saling berkaitan dan dianggap sebagai tindakan berlanjut yang melanggar hukum,” ujar JPU dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin.
Lima terdakwa lainnya dalam kasus ini adalah Muhammad Syafa’at (Direktur Investasi dan Pengembangan DPBA 2014-2018), Danny Boestamy (Komisaris PT Strategic Management Services), Angie Christina (pemilik PT Millenium Capital Management), Romi Hafnur (Konsultan Keuangan PT Ratu Prabu Energy Tbk), dan Sutedy Alwan Anis (broker saham).
Keenam terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021, serta jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
JPU menjelaskan bahwa penyimpangan ini bermula dari keputusan Zulheri dan Syafa’at untuk melakukan investasi dalam bentuk reksa dana dan saham tanpa analisis yang objektif, transparan, dan akuntabel. Investasi tersebut dilakukan tanpa memorandum analisa yang memadai.
Selanjutnya, Zulheri bersama terdakwa lainnya, termasuk Angie, Danny, Sutedy, dan Romi, terlibat dalam pengaturan transaksi investasi reksa dana dan saham yang tidak transparan.
Untuk dana kelolaan DPBA dalam bentuk reksa dana, Zulheri dan Syafa’at membeli reksa dana yang dikelola oleh PT Millenium Capital Management (MCM) dengan iming-iming imbal hasil dari Angie. Namun, reksa dana tersebut tidak memberikan keuntungan dan gagal memenuhi likuiditas yang dibutuhkan oleh DPBA.
Sementara itu, untuk investasi dalam bentuk saham, Zulheri dan Syafa’at membeli saham PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) dan saham Ratu Prabu Energi (ARTI) tanpa memperhatikan analisis aspek fundamental dan teknikal. Saham-saham tersebut, yang dianggap berisiko, tidak memberikan keuntungan dan juga gagal memenuhi likuiditas DPBA.
Pada akhirnya, tindakan para terdakwa ini menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara.
(Junirianto)