LSM Rakyat Indonesia Berdaya Soroti Dugaan KKN dan Penyalahgunaan Wewenang dalam Pendataan BLT Desa di Kabupaten Ogan Ilir

newsberi | 19 Agustus 2024, 05:44 am | 34 views

Ogan Ilir,Sumatera Selatan – Dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta tindak pidana penyalahgunaan wewenang mencuat dalam kasus pendataan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa di Kabupaten Ogan Ilir. Masagus, Ketua DPC LSM Rakyat Indonesia Berdaya Kabupaten Ogan Ilir, menyoroti berbagai pelanggaran yang diduga terjadi dalam pengelolaan BLT Desa, yang bersumber dari Dana Desa untuk mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Pengelolaan BLT Desa seharusnya meliputi beberapa tahapan penting, seperti pendataan calon KPM, penganggaran, penyaluran, serta monitoring dan evaluasi. Namun, hasil investigasi di 74 desa di Kabupaten Ogan Ilir menunjukkan adanya berbagai ketidaksesuaian dengan ketentuan yang berlaku.

Pendataan KPM BLT Desa yang Tidak Memadai

Salah satu temuan utama adalah pendataan calon KPM yang tidak didukung dengan kertas kerja pendataan yang memadai. Dari 74 desa yang diperiksa, sebanyak 38 desa tidak memiliki kertas kerja pendataan. Sedangkan 36 desa lainnya menyusun kertas kerja yang tidak seragam dan hanya dibuat untuk memenuhi permintaan dokumen dari tim pemeriksa BPK. Lebih lanjut, kertas kerja pendataan yang ada seringkali hanya berisi nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tanpa memuat informasi kriteria calon KPM yang seharusnya dipenuhi.

Masagus menegaskan bahwa kurangnya tertib administrasi ini berisiko tinggi menyebabkan data yang tidak akurat dan penyaluran BLT yang tidak tepat sasaran. Ia juga mengkritisi minimnya panduan teknis dari Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir dalam pelaksanaan pendataan dan penyaluran BLT Desa.

Ketidakcocokan Data dan Keluarga Penerima yang Tidak Layak

Selain masalah administrasi, investigasi juga mengungkapkan adanya dua KPM yang tidak memenuhi kriteria sebagai penerima BLT Desa. Kedua individu tersebut, yang sudah tidak berdomisili di desa bersangkutan, tetap menerima BLT Desa karena hubungan keluarga dengan Kepala Desa Ketapang I. Salah satu dari mereka bahkan diketahui telah bekerja dan berdomisili di Batam selama tiga tahun.

Selain itu, terdapat 94 KPM di 44 desa yang NIK-nya berbeda dengan data kependudukan yang tercantum dalam KTP dan KK. Ketidaksesuaian data ini diduga disebabkan oleh kesalahan input saat pendataan dan penetapan KPM BLT Desa.

Ribuan Keluarga yang Berhak Tidak Menerima Bantuan

Temuan yang lebih mengejutkan adalah adanya 78.544 Kepala Keluarga (KK) di Kabupaten Ogan Ilir yang memenuhi kriteria sebagai keluarga miskin atau tidak mampu, namun belum memperoleh BLT Desa atau bantuan sosial lainnya. Masagus menilai hal ini sebagai kegagalan dalam pendataan dan penetapan KPM, yang hanya menggunakan data Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai acuan, tanpa memperhatikan data dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Dugaan Penyalahgunaan Wewenang

Masagus menilai bahwa kasus ini dapat dikualifikasikan sebagai delik penyalahgunaan kewenangan dan penyalahgunaan kesempatan karena jabatan. Menurutnya, tindakan ini bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan telah merugikan masyarakat serta negara. Ia mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dan memastikan bahwa BLT Desa disalurkan secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Ini adalah bentuk nyata dari penyalahgunaan wewenang yang sangat merugikan masyarakat miskin yang seharusnya mendapatkan bantuan. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” tegas Masagus.

Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana desa untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya, demi kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial (Hendri)

Berita Terkait