Ibadah Dibajak, APBD Dikorupsi? Proyek Umroh-Ziarah Rp2,9 M di Pemkab Melawi Disorot”

newsberi | 3 Juli 2025, 16:57 pm | 53 views

Melawi, Kalimantan Barat — Ketua Umum Persatuan Ekonomi Rakyat Indonesia Bersatu (PERIB), Jefrri Saragih Turnip, S.E., mengecam keras proyek belanja pengadaan jasa penyelenggara acara senilai Rp2.975.000.000 yang bersumber dari APBD Kabupaten Melawi Tahun Anggaran 2024. Ia menyebut terdapat indikasi kuat praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Proyek yang terdaftar atas nama paket “Belanja Jasa Penyelenggara Acara” oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Melawi tersebut memiliki uraian pekerjaan yang tidak lazim, yaitu untuk “kontribusi kepada tim umroh (umat Islam) dan tim ziarah (umat Katolik dan Kristen)” dengan spesifikasi belanja Umroh/Ziarah Rohani.

“Kami melihat ini sebagai upaya pengalihan anggaran publik ke dalam kegiatan yang tidak memiliki urgensi langsung terhadap pelayanan masyarakat. Kegiatan seperti ini lebih pantas dilakukan dengan dana pribadi, bukan uang rakyat,” ujar Jefrri Saragih Turnip, dalam pernyataanya kepada media, kamis (3/7/2025).

PERIB menilai proyek ini menabrak sejumlah prinsip dasar pengelolaan keuangan negara dan aturan pengadaan barang/jasa pemerintah. Beberapa kejanggalan yang menjadi dasar kecurigaan antara lain:

Tidak Masuk Prioritas Pelayanan Publik Langsung

Kontribusi umroh atau ziarah bukan bagian dari tugas pokok pemerintah daerah dalam kerangka belanja jasa penyelenggaraan acara. Aktivitas ini masuk dalam kategori bantuan sosial atau hibah yang harus melalui prosedur ketat, verifikasi nama, dan audit yang jelas.

Metode Pengadaan E-Purchasing yang Tidak Relevan

Proyek menggunakan metode e-purchasing, padahal jasa umroh/ziarah tidak tersedia dalam katalog elektronik (e-Katalog LKPP), kecuali jika “dipaksakan” melalui vendor yang tidak sesuai klasifikasi. Hal ini bisa mengarah pada praktik pengondisian penyedia atau penyalahgunaan metode pengadaan.

Dokumen menyebut bahwa jadwal pemilihan penyedia dimulai dan berakhir pada Februari 2024, namun pengumuman proyek baru dilakukan pada 11 Maret 2024. Ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pemilihan dilakukan secara tertutup sebelum diumumkan kepada publik?

Kegiatan ini tidak tercatat memiliki dasar perencanaan keuangan resmi (Pra DIPA/DPA), yang seharusnya menjadi syarat utama belanja daerah. Hal ini mengindikasikan pelanggaran terhadap PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, khususnya Pasal 33–34, serta melanggar prinsip akuntabilitas dan legalitas anggaran.

Jika terbukti terjadi penyimpangan, maka pelaku pengadaan maupun pihak yang mengarahkan kegiatan dapat dijerat dengan:

Pasal 3, 9, dan 12 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena menyalahgunakan kewenangan untuk keuntungan pribadi/kelompok;

Pasal 22 Perpres No. 12 Tahun 2021, karena menabrak prinsip persaingan sehat, transparansi, dan akuntabilitas;

Potensi persekongkolan dalam pengadaan, sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP tentang etika pengadaan dan larangan konflik kepentingan.

PERIB Akan Lapor Kejaksaan Agung dan KPK
“Kami telah mengumpulkan bukti permulaan dan akan segera melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar proyek ini diaudit dan ditindak tegas,” tegas Jefrri.

Ia menambahkan bahwa PERIB mendesak BPKP dan Inspektorat melakukan audit investigatif atas seluruh program belanja jasa serupa di Kabupaten Melawi. “Jangan sampai ibadah dijadikan topeng untuk bancakan APBD,” tutupnya.

PERIB mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya warga Melawi, untuk bersama-sama mengawasi penggunaan dana APBD agar benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat, bukan menjadi alat pencitraan atau pembiayaan kelompok tertentu.

Berita Terkait