
Pangkalpinang, Bangka Belitung – Publik Kota Pangkalpinang digegerkan oleh temuan anggaran belanja mencurigakan dalam Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Pangkalpinang yang tercatat menganggarkan dana fantastis sebesar Rp2.310.450.000 untuk paket berjudul “Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh Sub Kegiatan Penanganan Sampah Melalui Pengangkutan” yang direncanakan melalui skema Swakelola. Kegiatan ini akan dilaksanakan antara Oktober hingga Desember 2024.
Paket tersebut mengundang tanda tanya besar karena judul kegiatan tidak relevan dengan sub-kegiatan. Dalam nomenklatur anggaran, sub-kegiatan penanganan sampah melalui pengangkutan umumnya berkaitan dengan pengadaan armada, BBM, upah sopir, atau peralatan pendukung. Namun, kegiatan yang dimaksud justru mengarah pada pembelanjaan konsumtif bertajuk “penambah daya tahan tubuh”—istilah yang samar, tidak spesifik, dan rentan disalahgunakan.
Aktivis Rakyat Peduli NKRI, Rizal, mengecam keras dugaan penyimpangan ini. Ia menilai DLH Kota Pangkalpinang sedang mencoba memanipulasi struktur anggaran untuk tujuan yang tidak akuntabel.
“Apa hubungan daya tahan tubuh dengan angkutan sampah? Apakah ini vitamin buat petugas, atau parcel buat oknum? Jangan tipu publik. Ini jelas diduga belanja siluman yang dibungkus secara administratif,” tegas Rizal saat dimintai keterangan di Pangkalpinang, Sabtu (29/6).
Rizal menduga kegiatan ini hanyalah kedok untuk mengalihkan dana publik ke belanja yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Terlebih, pelaksanaan dilakukan dengan mekanisme Swakelola, yang berarti kegiatan tidak melalui tender terbuka, melainkan langsung dilaksanakan oleh DLH sendiri.
Berdasarkan penelusuran terhadap regulasi yang berlaku, beberapa potensi pelanggaran yang dapat diidentifikasi antara lain:
1. Penyalahgunaan Wewenang (UU Tipikor Pasal 3 – UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001)
Jika kegiatan ini ternyata digunakan untuk membagikan konsumsi atau barang ke pegawai atau pihak luar tanpa dasar hukum yang sah, maka masuk kategori penyalahgunaan jabatan untuk menguntungkan diri atau kelompok.
2. Belanja Tak Sesuai Kegiatan (Permendagri 77/2020 dan Permendagri 90/2019)
Kegiatan ini tidak memiliki relevansi logis dengan sub kegiatan utama, dan berpotensi bertentangan dengan analisis standar belanja (ASB) serta kodefikasi yang berlaku.
3. Melanggar Prinsip Pengadaan Barang/Jasa (Perpres No. 12 Tahun 2021)
Pengadaan barang/jasa pemerintah harus transparan, efektif, efisien, dan akuntabel. Dengan narasi yang kabur dan teknis pelaksanaan yang tertutup, kegiatan ini jelas rawan penyimpangan.
Aktivis Rakyat Peduli NKRI Rizal mendesak agar Inspektorat Kota Pangkalpinang segera turun melakukan audit investigatif terhadap kegiatan tersebut. Ia juga menyerukan keterlibatan DPRD Kota Pangkalpinang untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) agar praktik seperti ini tidak lagi terulang.
“Kalau ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin akan terjadi pengulangan tiap tahun. Ini bentuk penghinaan terhadap akal sehat dan pengkhianatan terhadap rakyat. DLH harus menjelaskan secara terbuka untuk apa dana Rp2,3 miliar itu,” pungkas Rizal.
Permasalahan ini menjadi bukti nyata bahwa praktik anggaran pemerintah daerah masih jauh dari ideal. Judul kegiatan yang tidak transparan, mekanisme swakelola tanpa pengawasan publik, dan nilai anggaran yang tidak proporsional menunjukkan indikasi kuat terjadinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Rakyat berhak tahu, dan aparat penegak hukum wajib bertindak. Sebab jika dibiarkan, maka kekuasaan akan terus digunakan bukan untuk pelayanan publik, melainkan untuk memperkaya segelintir oknum.
(Yudi Aprizal)