Diduga Menabrak Aturan, Proyek Renovasi RSUD Depati Hamzah Senilai Rp9,3 Miliar Lewat E-Purchasing Dipertanyakan

newsberi | 29 Juni 2025, 02:05 am | 629 views

Pangkal Pinang,Bangka Belitung  – Proyek pengadaan Belanja Modal Aset Tetap Dalam Renovasi oleh Dinas Kesehatan Kota Pangkal Pinang tahun anggaran 2024 dengan nilai pagu fantastis mencapai Rp9.333.430.336 kini menuai sorotan tajam. Proyek yang berlokasi di RSUD Depati Hamzah itu tercatat menggunakan metode pemilihan penyedia e-purchasing, padahal lingkup pekerjaan merupakan jenis pekerjaan konstruksi yang lazimnya membutuhkan proses seleksi atau tender.

Proyek tersebut mencakup 3 paket renovasi, namun rincian volume pekerjaan dan spesifikasi teknis tidak dijelaskan secara terbuka dalam dokumen publik. Hal ini memperkuat dugaan bahwa telah terjadi penyimpangan prinsip dasar pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan dan akuntabel.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, disebutkan bahwa pekerjaan konstruksi pada umumnya wajib dilaksanakan melalui tender atau seleksi, bukan e-purchasing. Penggunaan e-purchasing hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, khususnya untuk pengadaan barang/jasa yang sudah tersedia secara standar di e-katalog nasional.

Padahal, pekerjaan konstruksi—termasuk renovasi bangunan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit—biasanya memerlukan desain teknis, analisis struktur, dan gambar kerja yang spesifik. “Ini tidak bisa dibeli begitu saja seperti membeli meja atau obat,” ungkap salah satu pengamat anggaran lokal.

Menanggapi polemik ini, Nurman Suseno, aktivis anti-korupsi Rakyat Peduli NKRI, menyatakan bahwa pihaknya sangat menyayangkan metode pengadaan yang digunakan. Ia menilai, penggunaan e-purchasing dalam proyek konstruksi senilai miliaran rupiah dapat membuka celah praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) secara sistematis.

“Ini patut diduga sebagai siasat untuk menghindari proses tender terbuka, yang sesungguhnya menjadi jaminan transparansi dan akuntabilitas. Kalau proyek sebesar ini langsung diarahkan ke penyedia katalog tanpa proses kompetisi sehat, kita curiga ada permainan,” tegas Nurman.

Lebih lanjut, Nurman menjelaskan bahwa penyalahgunaan e-purchasing untuk proyek konstruksi dapat melanggar prinsip-prinsip hukum administrasi negara serta aturan pengadaan yang berlaku. Ia mengingatkan bahwa setiap bentuk pengalihan metode yang tidak sesuai tujuan regulasi bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan, yang berpotensi melanggar Pasal 3 dan 7 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Kami akan mendorong Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum untuk turun tangan. Rakyat tidak boleh dirugikan hanya karena kelalaian atau kesengajaan dalam memilih metode pengadaan yang tidak sesuai,” tambahnya.

Rakyat Peduli NKRI mendesak BPK dan APIP Kota Pangkal Pinang untuk segera melakukan audit investigatif terhadap proyek ini. Mereka juga akan mengirimkan surat resmi kepada LKPP dan Kementerian Dalam Negeri agar memberikan klarifikasi atas penggunaan e-purchasing dalam proyek renovasi konstruksi RSUD Depati Hamzah.

Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran daerah adalah kunci kepercayaan publik. Ketika proyek senilai Rp9,3 miliar dikelola tanpa proses pemilihan terbuka dan spesifikasi tidak dipublikasikan, maka wajar jika publik menduga ada yang disembunyikan. Dalam negara hukum, pelanggaran atas prosedur administratif pengadaan tidak hanya pelanggaran etik, tapi juga bisa menjadi pintu masuk tindak pidana korupsi.

 

(yudi Aprizal)

Berita Terkait