Nurman Suseno: Vonis Hendry Lie Hanya Permukaan, Mafia Tambang Timah Harus Dibongkar Total”

newsberi | 12 Juni 2025, 22:12 pm | 822 views

Pangkalpinang,Bangka Belitung — Vonis 14 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Hendry Lie, pemilik PT Tinindo Inter Nusa (TIN), dalam kasus korupsi tata niaga timah senilai Rp300 triliun dinilai tidak cukup adil dan terlalu ringan oleh Nurman Suseno, Wakil Ketua LSM Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) Perwakilan Bangka Belitung. Ia menegaskan, hukuman tersebut tidak sebanding dengan kejahatan sistemik dan kehancuran lingkungan yang ditimbulkan.

“Ini bukan sekadar korupsi biasa. Ini perampokan sumber daya negara secara terstruktur dan terorganisir yang merusak lingkungan, merampas hak masyarakat, dan menghisap kekayaan Bangka Belitung selama bertahun-tahun,” kata Nurman dalam pernyataan resminya, Kamis (12/6).

Nurman mengkritik keras majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 18 tahun. Menurutnya, ini memberi sinyal bahwa mega koruptor bisa lolos dengan hukuman ringan selama memiliki kekuasaan ekonomi dan jejaring politik dan Vonis terkesan tidak mencerminkan Keadilan Substantif

“Rp300 triliun itu bukan angka fiktif. Itu kerugian negara, kerusakan lingkungan, dan derita rakyat Bangka Belitung. Tapi vonisnya hanya 14 tahun dan uang pengganti Rp1,05 triliun? Bandingkan dengan warga yang mencuri sawit dihukum 5 tahun. Ini ketimpangan keadilan,” tegas Nurman.

Nurman menjelaskan bahwa Hendry Lie telah melanggar banyak regulasi, di antaranya:

1. UU Nomor 31/1999 jo. UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor, khususnya Pasal 2 ayat 1, karena secara bersama-sama memperkaya diri dan merugikan keuangan negara.

2. UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, karena penambangan ilegal menyebabkan kerusakan ekologis masif tanpa pemulihan.

3. UU Nomor 4/2009 jo. UU Nomor 3/2020 tentang Minerba, karena aktivitas pertambangan dilakukan tanpa IUP yang sah dan melibatkan smelter boneka.

4. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, karena telah menguasai sumber daya alam tanpa memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan keadilan ekologis.

 “Kasus ini tidak hanya bisa dipandang dari kacamata hukum korupsi. Ini juga menyangkut pidana lingkungan dan pelanggaran hak asasi masyarakat lokal atas ruang hidup yang sehat,” tambah Nurman.

dan dalam persidangan terungkap bahwa Hendry Lie: membentuk perusahaan-perusahaan boneka untuk mengumpulkan bijih timah ilegal dari wilayah IUP PT Timah.

Menjual kembali timah hasil tambang ilegal kepada PT Timah melalui skema sewa peralatan pengolahan yang tidak tercatat dalam RKAB.

Menyetujui pembayaran “biaya pengamanan” hingga USD 750 per ton kepada Harvey Moeis, yang disamarkan sebagai dana CSR.

Terlibat dalam penetapan tarif sewa smelter yang tidak melalui kajian kelayakan dan hanya formalitas di atas kertas.

LSM Rakyat Indonesia Berdaya mendesak agar penegak hukum tidak berhenti pada Hendry Lie, tetapi mengusut seluruh aktor dalam jaringan kejahatan terorganisir ini:

Harvey Moeis, perantara transaksi antara smelter dan PT Timah.

Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra, dan Alwin Albar, pejabat PT Timah yang diduga menerima keuntungan.

Rosalina dan Fandy Lingga, tangan kanan Hendry yang mengeksekusi seluruh skema ilegal.

Smelter-swasta lain yang terlibat, termasuk PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan lainnya.

“Ini adalah kejahatan kolektif. Jangan sampai satu dua orang dijadikan tumbal, sementara otak dan pemodal besar bebas melenggang,” tegas Nurman.

Nurman membeberkan bahwa akibat tambang ilegal Ribuan hektare lahan di Bangka Belitung rusak berat tanpa reklamasi.

Puluhan sungai dan sumber air bersih tercemar limbah timah.

Nelayan dan petani kehilangan sumber penghidupan akibat kerusakan pesisir dan tanah produktif.

Warga desa hidup berdampingan dengan lubang tambang menganga yang membahayakan keselamatan.

 “Kerusakan ini tak hanya membunuh ekosistem, tapi juga masa depan generasi kami. Ini adalah bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis ekonomi,” ujar Nurman.

Nurman menyampaikan empat tuntutan utama rakyat Bangka Belitung:

1. Tangkap dan adili seluruh pelaku dalam jaringan mafia tambang timah, dari swasta, BUMN hingga pemodal besar.

2. Pulihkan lingkungan Bangka Belitung secara menyeluruh dan terbuka, dengan keterlibatan masyarakat sipil.

3. Audit seluruh perizinan IUP dan RKAB yang terindikasi penyalahgunaan, termasuk dalam tubuh PT Timah.

4. Berikan kompensasi sosial dan ekonomi kepada warga terdampak, termasuk reklamasi, air bersih, dan sumber penghidupan baru.

Negara Jangan Takut pada Oligarki Tambang, jika negara takut pada pemilik modal dan mafia tambang, maka kami rakyat Bangka Belitung yang akan bergerak. Kami akan terus menuntut keadilan, karena sumber daya alam bukan warisan koruptor, tapi hak anak cucu bangsa,” tutup Nurman Suseno dengan nada tegas.

 

(Yudi Aprizal)

 

Berita Terkait