SUKABUMI– Belasan eks buruh pabrik PT Bahtera Dingga Jaya (BDJ) di Jalan Raya Panggeleseran – Babakan, tepatnya di Kampung Babakan, Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, menggeruduk kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi, pada Jumat (19/04).
Kedatangan mantan buruh pabrik yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pembuatan kayu triplek atau plywood ini, mereka untuk menyampaikan keluh kesahnya terkait sikap perusahaan yang dinilai telah melakukan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan. Diantaranya, keterlambatan pembayaran upah buruh dan jaminan keselamatan kerja serta BPJS kesehatan.
Salah seorang mantan buruh pabrik PT BDJ, Nurrohman (45) di Kampung Cipeundeuy, RT 03/RW 09, Desa Kebomanggu, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi mengatakan, kedatangan ia bersama mantan buruh pabrik ke kantor Disnakertrans Kabupaten Sukabumi ini, dimaksudkan untuk meminta bantuan dalam memperjuangkan hak gaji para buruh yang belum dibayarkan oleh PT BDJ.
“Iya, karena kesepakatan kemarin sudah melebihi waktu yang dijanjikan pihak owner PT BDJ, pada tanggal 18 April kemarin itu, janji terakhirnya. Cuma sampai saat ini tidak ada solusi dan tanggapan dari owner, sekaligus tanggapan dari dinas, tidak ada sikap tegas, untuk membantu agar gaji kami segera disalurkan, karena batas waktunya sudah habis,” kata Nurrohman kepada Radar Sukabumi saat berada di kantor Disnakertrans Kabupaten Sukabumi pada Jumat (19/04).
Lebih lanjut ia menjelaskan, jumlah total karyawan yang ada di perusahaan PT BDJ ini, ada sekitar 89 dan semuanya belum mendapatkan upah buruhnya selama tiga periode hingga empat periode, tepatnya mulai dari November 2023 sampai Januari 2024.
“Gajiannya itu, kan setiap dua minggu sekali. Untuk nominal uangnya ada sekitar Rp257 juta untuk semua karyawan, baik yang karyawan masih akif maupun yang sudah SPD (Surat Pengunduran Diri). Nah, gaji yang belum dibayarkan itu ada sekitar 89 karyawan,” paparnya.
Para buruh sudah berulang kali melakukan komunikasi dengan pihak perusahaan. Namun, hingga saat ini pihak perusahaan belum juga merespon keinginan para buruh.
“Kita datang mediasi ke pabrik, seakan-akan pihak owner alasan. Alasan katanya di luar kota, kemarin diberi slip gaji katanya tunggu sampai sore. Sampai sore mau di transfer, tapi sampai malam nggak ada,” imbuhnya.
Untuk itu, ia bersama buruh lainnya merasa geram dengan sikap perusahaan yang tidak menunaikan kewajibannya dan merampas hak para buruh. Bukan hanya itu, ia mengaku sempat mengalami kecelakaan kerja hingga kaki bagian kanannya harus mendapatkan tindakan medis. Karena, terlindas forklift atau truk garpu yang berfungsi untuk mengangkat dan memindahkan kayu. Namun, pihak perusahaan tidak bertanggungjawab.
“Itu kejadiannya pas waktu bulan puasa tahun kemarin. Malah dibilang di surat pernyataan kecelakaan di luar pabrik, saya nggak pernah tandatangan di atas materai. Ini pakai BPJS PT GSI istri. Iya, tunjangan konvensasi dari pabrik PT BDJ nggak ada. Ini lihat bekas lukasnya karena tulangnya kan patah, kalau gak salah sampai 20 jahitan,” tandasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ia mengaku sudah bekerja di perusahaan tersebut sekitar 4 tahun lalu. Pada masa hari raya Idul Fitri 1445 Hijriah/2024 Masehi, ia hanya mendapatkan uang pinjaman dari perusahaan tersebut, sekitar Rp400 ribu. “Iya, kayanya perusahaan PT itu bodong yah. Karena, semenjak saya bekerja disana 4 tahun, tidak ada tunjangan kesejatan atau BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan juga gak ada,” paparnya.
Masih ditempat yang sama, eks buruh PT BDJ, Lena (46) asal warga Kampung Ciareuy, Desa Sindangresmi, Kecamatan Jampangtengah, mengatakan, ia bekerja di perusahaan triplek tersebut sudah berlangsung sekitar 6 bulan lalu. Ia berniat bekerja di perusahaan itu, untuk mendapatkan pemasukan lebih, untuk perbaikan hidup keluarganya dalam hal ekonomi.
“Tapi, yah gitu. Upahnya selalu diundur-undur yah. Upah harusnya dua minggu sekali dibayar, ini diundur terus sampai akhirnya dari Desember 2023 sampai 15 Februari 2024, sama sekali belum dibayarkan upahnya,” paparnya.
“Untuk itu, saya bersama sekitar 60 buruh lainya melakukan SPD atau Surat Pengunduran Diri. Karena, bekerja saja buat apa, kalau gajihnya tidak bayarkan,” imbuhnya.
Pada beberapa waktu lalu, ia bersama para buruh lainnya sempat melakukan mediasi dengan pihak perusahaan pada 19 Januari 2024. Setelah itu, pihak owner perusahaan meminta waktu kepada para buruh selama tiga bulan untuk pembayaran upah yang belum dibayarkan tersebut. “Nah, batas waktunya itu sampai kemarin tanggal 18 April 2024. Tapi sampai detik ini belum ada kabar mau dibayar,” paparnya.
“Jadi, saat mediasi pada 19 Januari 2024 itu, kita sempat berniat melakukan mogok kerja bersama teman-teman. Tapi, kata ownernya yasudah kalian SPD saja, kita tandatangani SPD, jadi SPD itu bukan kemauan sendiri. Tapi karena kita bilang mau mogok kerja sebelum upah terbayarkan. Nah, gegara omongan seperti itu kita di SPD semua,” tukasnya.
Sementara itu, Mediator Hubungan Industrial Ahli Muda, Agung kepada Radar Sukabumi mengatakan, kedatangan eks buruh PT BDJ ke kantor Disnakertrans ini, untuk melakukan konsultasi dengan Disnakertrans Kabupaten Sukabumi. “Nah saya sarankan kepada mereka untuk kembali berunding dengan pihak manajeman perusahaan berkaitan dengan pengupahannya,” katanya.
“Nanti akan kami akan informasikan kembali terkait hasilnya, jika mereka sudah melakukan perundingan dengan pihak manajeman,” tukanya.
Ketika disinggung mengenai, dugaan pihak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan. Salah satunya, pihak perusahaan tidak memberikan konvensasi atau bertanggungjawab kepada salah seorang buruh yang mengalami kecelakaan kerja hingga kaki kanannya mengalami patah tulang. Ia menjawab, bahwa persoalan tersebut merupakan kewenangan dari Tim Pengawas Provinsi Jawa Barat.
“Namun yang jelas begini, kalau memang ada masalah kaya gitu, nanti akan ada pelanggaran normatif dan kami akan koordinasi dengan teman dari tim pengwas provinsi untuk segera melakukan pengecekan kelapangan,” pungkasnya. (ludy)